Pewaris Nabi, Pelestari Lingkungan*
Oleh Nurul H. Maarif, Gamal Ferdhi, Rumadi
Kerusakan lingkungan yang kian parah membangkitkan kepedulian para pemimpin agama. Para kiai dan aktivis bersatu dengan rakyat menentang rencana PLTN di Muria Jawa Tengah dan mengadvokasi korban lumpur Lapindo.
Semangat ribuan orang yang hadir di Lapangan Ngabul Tahunan, Jepara tak luluh disengat terik matahari. Mereka, adalah tokoh agama, aktivis parpol, aktivis LSM, petani, buruh, nelayan, masyarakat, bahkan santri pondok pesantren.
Berbagai poster diacungkan tinggi-tinggi; Nuklir Bikin Kere, PLTN Ora Sudi, Ngurus Lapindo Wae Ora Becus Arep Ngurus PLTN. Satu tekad mereka; menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)!
Itulah suasana Aksi Akbar dan Doa Bareng Tolak PLTN Muria yang dihelat Forum Masyarakat Muria (FMM). Aksi ini berlangsung bertepatan peringatan Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni silam.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Jepara KH. Nuruddin Amin saat didaulat menyampaikan sambutan mengajak hadirin membaca Shalawat Anti-PLTN. "Kita semua baca shalawat ini minta syafaat Rasulullah SAW. Semoga kita dijauhkan dari bencana PLTN," ujar Gus Nung, sapaan akrab Nuruddin.
Syair shalawat itu digubah Zakariyya el-Anshori pada 1997. "Shalawat ini saya buat dalam tulisan latin maupun Arab pegon (aksara Arab berbahasa Jawa, red.). Asumsi saya, 80 persen rakyat Jepara "beragama" NU. Jadi ini cukup efektif untuk menggerakkan massa," kata Iyank, sapaan akrab Zakariyya (baca: Melawan Nuklir dengan Shalawat).
Menurut Iyank, tujuan shalawat itu untuk mengingatkan rakyat akan bahaya PLTN. Bahaya proyek itu juga disampaikan Gus Nung. Menurutnya, manfaat PLTN sebatas pengetahuan tentang teknologi nuklir. Tapi dampak negatifnya lebih besar.
"PLTN rentan radiasi. Ini akan menghancurkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Kudus dan Jepara," jelas Gus Nung.
Gus Nung menilai, PLTN lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. "Apapun yang diharamkan, itu karena mudharatnya lebih besar dari manfaatnya," jelasnya kepada Nurul H. Maarif dari the WAHID Institute.
Ketua Jamaah Hubburrasul Habib Abdullah al-Hinduwan punya pandangan unik. Sembari mengutip Qs. Al-Baqarah: 219, ia mengiaskan PLTN dengan maysir (judi, red).
"Kita semua yang jadi korban. Yang dapat untung siapa? Ini namanya maysir. Kita harus tolak!," tegasnya disambut persetujuan hadirin.
Penolakan masyarakat itu dituangkan dalam Petisi 13 untuk Penolakan PLTN. Petisi itu ditandatangani 13 organisasi terdiri dari aktivis lingkungan, politisi, perkumpulan agama dan masyarakat. Bahkan segera dilayangkan ke DPR.
Dua pekan sebelum aksi itu, sekitar 150 tokoh masyarakat kawasan Muria menggelar dialog publik. "PLTN itu makhluk. Makhluk pasti rusak. Jika PLTN rusak, yang jadi korban rakyat. PLTN itu malapetaka yang tertunda," tegas mantan Ketua PCNU Jepara H. Muhammady Kosim saat Dialog Penjaringan Aspirasi Warga Jepara terhadap Rencana Pembangunan PLTN di Kawasan Muria, di Jepara.
Usulan membangun PLTN di Semenanjung Muria muncul sejak 1978, ketika Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) melakukan kajian awal bersama Pemerintah Italia. Pembangunannya direncanakan pada 1997. Tapi batal karena krisis moneter.
Rencana diubah. Pelaksanaan tender dan penetapan pembangunan PLTN ditargetkan mulai 2007-2008 dan konstruksinya selesai pada 2010. Rencana inipun tak terwujud. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) mencanangkan pembangunan pada 2010 dan beroperasi pada 2016.
Rencana ini pun tak mudah diwujudkan. Gelombang penolakan masyarakat kian terbuka. Apalagi banyak tokoh yang peduli lingkungan turut bersuara. Bahkan mantan Presiden Gus Dur juga melontarkan penolakan atas rencana ini.
"Keinginan SBY-JK membangun pembangkit nuklir di wilayah Gunung Muria, Jepara, itu tidak disertai pertimbangan matang," kritiknya saat memberi sambutan pada Konferensi Internasional Antaragama di Bali dua pekan silam.
Penolakan Gus Dur ini bukan baru sekarang. Pada 1995, Gus Dur niat berpuasa di tempat bakal PLTN sebagai protes. Alasannya sangat NU. Karena di sana ada makam wali. Pembangunan PLTN akan merusak lingkungan dan makhluk Tuhan.
Secara agama siapapun dibolehkan memanfaatkan hasil alam dengan leluasa. "Tapi juga harus menghormati alam, termasuk manusia. Dan, jangan sampai membawa dampak mudarat," kata Pengasuh Ponpes al-Islamiyah Tanggulangin, Jawa Timur KH Hasyim Ahmad (baca: "Posko Kiai" untuk Korban Lapindo).
Kiai Hasyim Ahmad bersama 18 kiai di Sidoarjo, mendirikan Posko Independen untuk korban lumpur lapindo Sidoarjo. "Kini banyak rakyat di sini sengsara akibat lumpur Lapindo," tegas Kiai Hasyim.
Penyebab tragedi ini, kata Kiai Hasyim, karena tidak adanya penghormatan para pengambil manfaat kepada alam. "Mbok orang yang mau menggali potensi alam yang sudah diizinkan Allah SWT ini juga menghormati alam, termasuk manusia," kata alumni santri Sayyid Alawi al-Maliki di Mekah ini.
Pandangan senada datang dari KH. Nasruddin Anshori. "Bagi yang masih tinggal di atas bumi, sudah menjadi kewajiban kita untuk eling (ingat) dan mawas diri, sehingga hanya pikiran, ucapan dan tindakan kebaikanlah yang kita lakukan," kata Pengasuh Pesan Trend Ilmu Giri Bantul, Yogyakarta ini saat peringatan Hari Bumi di pesantrennya akhir April silam.
Pesan Trend bervisi membebaskan masyarakat setempat dari keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan, juga melestarikan lingkungan dan memelihara alam. Oleh sebab itu, KH Nasruddin yang pernah menjadi aktivis LP3ES ini, mencanangkan penanaman ribuan pohon jati dan cendana di lahan seluas 200 hektar. Hasilnya dimanfaatkan 400 kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan itu.
"Setiap KK kita minta menanam 80 pohon cendana. Untuk keluarga 30 pohon dan untuk simpanan bersama 50 pohon. Dalam 15 tahun, dengan asumsi 15 persen mati, tumbuh 20 ribu cendana yang melahirkan 5000 sarjana dan 5000 tiket haji," papar Kiai Nasruddin.
Bahkan Ilmu Giri menawarkan konsep baru pelestarian lingkungan. Ketika seorang remaja hendak menikah, saksinya bukan hanya manusia, juga pohon. Pada saat akad nikah, pihak lelaki dan perempuan masing-masing menyediakan 20 pohon sebagai saksi.
"Setelah akad nikah selesai, ada prosesi kecil menanam 40 pohon itu," ujar Kiai Nasruddin kepada Subhi Azhari dari the WAHID Institute.
Kiai Nasruddin punya penilaian sinis kepada para perusak lingkungan. "Betapa culas dan tidak bermoralnya manusia jika menjadikan bumi hanya sebatas objek eksploitasi, pemuasan diri, keserakahan dan ketamakan yang tak habis-habis," katanya.
Para pemegang kekuasaan dan pemodal harus hati-hati mengeksplorasi alam. Karena ketika ketamakan yang diutamakan, maka rakyat akan bangkit melawannya.[]
*Suplemen WAHID Institute di Majalah TEMPO, Senin, 25 Juni 2007
1 Comments:
assalamu'alaikum wrwb
salam kenal
Kita harus realistis.
Sumber energi terbatas. Fakta menunjukkan, minyak sudah semakin terbatas, pendangkalan waduk sebagai sumber PLTA lebih cepat dari yg diperkirakan, lingkungan rusak.
Sementara itu kebutuhan listrik semakin banyak. Berapa pertambahan penduduk pertahun. Berapa pertumbuhan rumah. Berapa kebocoran, pencurian listrik yg menyebabkan ineffisiensi. Jika keadaan sekr ini berterusan, dalam waktu tidak sampai 20 th kita sdh sangat kekurangan listrik.
Dengan energi apakah itu terselesaikan. Saat ini ..maaf.. Nuklir (PLTN) jawabnya.
PLTN jika dikelola dengan baik akan sangat bermanfaat. Sedikit sekali dampak lingkungannya (pencemaran dll) sangat besar tenaganya dan tahan lama.
Nuklir jika dikelola seenaknya.. bakal menjadikan dampak yang sangat berbahaya.
Jadi masalahnya bukan kontra PLTN. Masyarakat (akhlak, disiplin) yg harus dibenahi.
Post a Comment
<< Home