Friday, September 21, 2007

Sama Takutnya, Beda Fatwanya

Oleh Nurul H. Maarif dan Gamal Ferdhi

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jepara bekerjasama dengan Lajnah Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng memfatwa haram pembangunan PLTN di Semenanjung Muria, Jawa Tengah. Fatwa yang digodok kiai-kiai NU melalui forum Bahtsul Masail, 1 September 2007, itu sontak mendulang pro kontra.

Reaksi keras datang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). "Bagi kami, itu berlebihan. Kami belum membahas. Tapi, keputusan PCNU Jepara kami nilai sebagai masukan atau rekomendasi," ujar Ketua PBNU Ahmad Bagja.

Hal senada dinyatakan Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi. Ada pihak lain, katanya, yang menunggangi PCNU Jepara. "Itu mungkin disokong oleh kepentingan bisnis yang merasa dirinya dirugikan. Melihat kenyataan seperti itu, banyak yang tertarik untuk cari simpati baik politik, LSM, maupun Pilkada Jateng. Situasi seperti itu tambah meriah dengan adanya tokoh nasional dan internasional," ujar Hasyim dalam penggalan SMS-nya yang beredar luas.

"Biaya demo dan pertemuan itu sangat besar yang tidak mungkin ditanggung PCNU Jepara," tegas Hasyim dalam sambutan pembukaan Rapat Kerja Nasional Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (Rakernas LBMNU), di Gedung Dewantoro, Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (5/9/2007). "Problem nuklir di Jepara sudah masuk angin," imbuhnya.

Tak berhenti di situ. Rakernas LBMNU menjadikan fatwa PCNU Jepara sebagai agenda pembahasan. Hanya saja, keputusan final belum dihasilkan. Isu ini pun akan dibahas pada kesempatan lain. "Hal terpenting, bahtsul masail harus berbasis riset yang mendalam," kata Ketua Panitia Rakernas LBM HM Kholil Nafis seolah 'menuding' fatwa haram PLTN NU Jepara tak berbasis riset mendalam.

Bantahan datang dari Ketua PCNU Jepara KH. Nuruddin Amin. Dia mengatakan, kemunculan fatwa itu melalui berbagai informasi yang diserap para kiai. Ulama, katanya, mengedepankan kaidah fikih dar' al-mafasid muqaddam 'ala jalb al-mashalih (menolak kerusakan didahulukan dari pada menarik kemaslahatan).

"Para kiai tak hanya melakukan refleksi kaidah-kaidah fikih, tapi juga sejarah panjang PLTN di dunia dan wacana di Indonesia, hingga sikap-sikap pemerintah yang kurang responsif terhadap persoalan ini, utamanya pada masyarakat lapisan bawah," ujar pria yang akrab dipanggil Gus Nung ini.

Gus Nung mengakui, dalam sebuah perkara seringkali ada mafsadah (keburukan) dan maslahah (manfaat). al-Quran mencontohkan khamr (minuman keras) dan maisir (judi), yang diakui ada manfaatnya, tapi dampak negatifnya lebih hebat atau dalam bahasa al-Quran disebut sebagai itsmuhuma akbaru min naf'ihima (dosanya lebih besar daripada manfaatnya), sehingga hukumnya haram.

"Ketentuan al-Quran ini menjadi rujukan utama kami dan dirumuskan dalam berbagai kaidah fikih," kata Gus Nung.

Selama merumuskan fatwa itu, kata Sekretaris Tim Perumus KH. Ahmad Roziqin, pihaknya memegang prinsip ahlussunnah wal jamaah; tawassuth, i'tidal, tasamuh, dan tawazun. "Hukum haram ini melalui kajian panjang dari masing-masing kiai. Jadi mereka telah memiliki bekal informasi seputar PLTN, termasuk pandangan dari sisi fikih," katanya.

PCNU Jepara menilai, secara nyata rencana pembangunan PLTN telah menimbulkan tarwi' al-muslimin (keresahan umat). "Jadi, pembangunan PLTN Muria lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Karena itu, kami memutuskan haram!" imbuh Kiai Roziqin.

Mantan Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendukung pengharaman PLTN Muria. Menurutnya, keputusan PCNU Jepara telah sesuai metodologi berfatwa, karena melandaskan dalilnya pada al-Quran. "Yang dipakai para ulama di Jepara untuk menyatakan bahwa reaktor nuklir itu membahayakan, itu al-Quran al-Karim," katanya.

Kalangan muda NU Jepara justru mengkhawatirkan perdebatan di internal kaum nahdliyin ini. "Jangan-jangan nanti Fatwa Haram PLTN Muria oleh PCNU Jepara dibatalkan PBNU," kata Koordinator Garda Muria Zakariyya el-Anshori.

Kekhawatiran Zakariyya mungkin tak akan terjadi. Sejatinya Hasyim Muzadi pun menolak pembangunan PLTN. "Wong gardu listrik saja njeblug (meledak, red.), lalu bagaimana nantinya kalau ada kebocoran nuklir? Ini yang dikhawatirkan oleh masyarakat Jepara," tuturnya di PBNU, Senin (3/9).

Benar saja. Seminggu kemudian, laboratorium milik Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) di Serpong pun njeblug. Walau para pejabat garda depan pembangunan PLTN itu mengatakan tidak ada reaktor yang bocor, namun semangat penolakan seperti kembali menemukan momentumnya. Dan roman-romannya PBNU akan segera menyusul PCNU Jepara.[]

*Suplemen the WAHID Institute di Majalah TEMPO, Senin 24 September 2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home