Thursday, July 20, 2006

Menuntut Kearifan Anggota Dewan

Oleh Nurul Huda Maarif

NurulEntah kenapa, para Dewan Perwakilan Rakyat tak pernah jera ’dijewer’ kiri-kanan. Setelah menerima tunjangan kontroversial senilai Rp. 50 juta, sejumlah anggota Badan Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat masih nekad menggelar kunjungan (yang juga kontroversial) ke negeri Fir’aun Mesir, 16-20 Desember 2005 lalu, hanya untuk mempelajari peraturan perjudian (al-maysir). Kini kontroversi kembali merebak seiring dibangunnya pagar setinggi tiga meter dengan dana miliyaran rupiah mengelilingi gedung DPR-MPR itu.

Uang besar untuk proyek-proyek itu, seyogyanya bisa disumbangkan untuk keperluan korban kelaparan, korban DBD, penderita gizi buruk, banjir bandang dan longsor di sejumlah daerah di nusantara ini. Karena, out put dana yang dikeluarkan toh tak diimbangi in put yang diperoleh bagi bangsa ini. Mereka malah bersenang-senang untuk pemuasan kepentingan pribadi, sementara ribuan orang di negerinya mengerang diterpa aneka penderitan. Itulah sisi ’ketidakarifan’ sebagian besar anggota dewan yang ’terhormat’ itu.

Sebagai anggota dewan, sudah seharunya mereka memahami kaidah ‘our wisdom comes from our experience and our experience comes from our foolishness’ (kearifan bermula dari pengalaman dan pengalaman bermula dari ketidaktahuan). Kaidah ‘pengalaman adalah guru terbaik’, juga semestinya menjadi panduan langkah bagi mereka, sehingga mereka tidak terjerembab berkali-kali.

Misalnya, bisa dimaklumi jika pada mulanya mereka tidak tahu bahwa kunjungan ke luar negeri dengan menghabiskan banyak biaya, itu akan mendatangkan kontroversi dan malah kontraproduktif bagi kehormatan mereka. Atau ada kekuatiran jika gedung wakil rakyat itu tak berpagar maka tanahnya akan diserobot pengusaha untuk pembangunan hotel, maka bisa dimengerti kebijakan pembangunan itu. Dengan catatan, pagar itu tidak malah membatasi akses rakyat banyak seperti yang terjadi sekarang. Mungkin benar belaka tuduhan, bahwa mereka baru ’kemarin sore’ menjadi anggota dewan, sehingga khilaf melihat semua yang tak pernah dilihat.

Kendati ada yang bersuara lantang menolak pembangunan pagar itu misalnya, suara itu seakan tak bermakna karena baru terdengar setelah pembangunan pagar itu berjalan dan nyaris selesai. Kenapa tak teriak dari dulu? Karena itu, dugaan kepura-puraan mereka atas semua itu tak dapat disangkal. Mungkin juga itu sebagai bentuk ’kampanye kepagian’ sebagian anggota dewan.

Untuk itu, bisa dilihat apa yang dilakukan para wakil rakyat mencerminkan bahwa mereka tak pernah menjadikan pengalaman sebelumnya sebagai guru. Akibatnya, kontroversi dan ’jeweran’ dari berbagai pihak terus-menerus berhamburan menerpa mereka. Supaya kejadian serupa tak terulang kembali, kali ini barangkali semua pihak harus ramai-ramai ’menjewer’ mereka secara keras, sehingga menimbulkan kekapokan dalam diri mereka. Dengan demikian, sikap arif sedikit demi sedikit mulai merambah kepribadian mereka sebagai wakil rakyat.

Terkait upaya mewujudkan kearifan ini, setidaknya ada tiga langkah yang harus diperhatikan para anggota dewan. Pertama, program apapun yang mereka lakukan hendaknya merupakan terjemahan dari aspirasi rakyat yang diwakilinya, bukan terjemahan dari aspirasi diri sendiri, keluarga atau kroni. Prinsip ’rakyat wajib dinomorwahidkan’ harus menjadi acuan langkah mereka. Sehingga program-program yang mereka laksanakan akan berefek positif bagi kehidupan rakyat. Jika tidak, alangkah baiknya tidak usah ada program apapun dan anggarannya kembalikan untuk kepentingan rakyat.

Kedua, harus ada kesadaran bahwa status wakil ’lebih rendah’ ketimbang yang diwakili. Sebagai misal, wakil presiden secara struktur lebih rendah dari presiden. Wakil gubernur demikian. Wakil bupati juga demikian. Begitu pula wakil rakyat, seyogyanya lebih rendah ketimbang rakyat yang diwakilinya. Relasi itu laksana ‘tuan’ dan ‘pembantu’. Rakyat sebagai ‘tuan’ dan wakil rakyat sebagai ‘pembantu’ yang bertugas melayani kepentingan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Apa yang rakyat butuhkan harus diprioritaskan paling awal sebelum kebutuhan pribadi.

Kearifan seperti ini acap ditunjukkan Nabi Muhammad Saw. Dalam suatu perjalanan misalnya, sahabat-sahabatnya kehausan. Apa yang dilakukan Nabi? Ketika mendapat minuman susu, sebagai orang yang paling mulia dan dijadikan panutan, Nabi malah minum terakhir kali. Nabi tidak akan minum sebelum yang lain kenyang. Nabi juga tidak mau kaya sementara umatnya kelaparan. Teladanilah apa yang Nabi teladankan, sebisa mungkin. Sebab, antara nabi dan anggota dewan, dalam satu sisi mempunyai tugas sama: melayani umat. Tapi realitas di zaman yang semua serba jungkir-balik ini menunjukkan, bukan wakil rakyat yang melayani rakyatnya, melainkan rakyat yang melayani wakilnya.

Ketiga , yang tak kalah penting, untuk menumbuhkan kearifan itu, telinga anggota dewan harus peka tatkala ada teriakan lapar rakyatnya, ada erangan penderitaan rakyatnya, pun ketika banyak orang rame-rame ’menjewer’nya, karena mereka mungkin keliru melangkah. Wakil harus mau ditegur dan diluruskan oleh yang diwakilinya sebagai yang punya kuasa. Karenanya, ’jeweran’ harus diposisikan sebagai peringatan bagi mereka, bukan upaya memusuhi.

Akhirnya, sekali lagi, wakil rakyat itu tak lebih sebagai ’pihak yang dititipi kuasa’ oleh rakyat yang ’punya kuasa’. Mereka tidak akan menjadi wakil kalau tidak ada yang mewakilkan. Untuk itu, bertindaklah dari aspirasi rakyat untuk kepentingan rakyat.Wa Allah a'lam.[]

*Pernah dipublikasikan di www.gusdur.net

1 Comments:

At 3:09 AM, January 10, 2020, Blogger Amisha said...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

 

Post a Comment

<< Home